Latest Post

PROPOSAL BANTUAN BUDIDAYA TERNAK KAMBING

Diterbit Oleh Unknown pada Jumat, 13 Februari 201510.13

METODE BERFIKIR FILSAFAT

Metode Berfikir
(FILSAFAT)

Pendahuluan.

Filsafat /atau filosofi berasal dari kata yunani yaitu philos (suka) dan Sophia (kebijaksanaan), yang diturunkan dari kata kerja filosoftein, yang berarti ; “mencintai” masih dapat dilaqkukan secara pasih. Padahal dalam pengertian filosoftein terkandung sifat yang aktif.
Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan dengan teori. Filsafat adalah  suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan gejala-gejala alam dan masyarakat. Namun filsafat bukanlah suatu dogma atau suatu kepercayaan yang membuta. Filsafat mempersoalkan soal-soal; etika/moral, estetika/seni, social dan politik, epistemology/tentang asal pengetahuan ,l ontology/tentang manusia, dll.

Ketika kita memasuki alam pustaka filsafat maka kita akan bingung sendiri dengan begitu banyaknya buku, thesis, teori yang jumlahnya ribuan banyaknya. Untuk itu agar tidak membuang waktu dan terhidar dari kekacauan, kita dapat memakai cara engels memisahkan filsafat itu menjadi dua kubu besar yaitu filsafat materialis dan filsafat idealis, materialisme dan idealisme.
Yang dipisahkan menurut engels ialah yang didasarkan atas sikap yang diambil oleh si pemikir, yakni apa yang pertama  ada terlebih dahulu. Yang mengatakan  terlebih dahulu baru dating fikiran itulah yang materialis dan yang mengatakan fikiran dahulu baru dating benda itu yang idealis. Pada kubu idealis kita dapatkan beberapa pemikir terkemuka seperti Plato, Hume, Berkeley dan “raksasa pikiran” Hegel., pada kubu materialis kita berjumpa dengan Heraklit, Demokrit, Diderot dan berpuncak pada Marx dan Engels. Diantara kedua kubu ini ada juga yang berdiri di tengah-tengah setengah idealis setengah materialis ini disebut dengan penganut filsafat dualisme.

Pentingnya berfisafat dan cara belajar filsafat

Berfilsafat itu penting, dengan berfilsafat orng akan mempunyai pedoman untuk bersikap dan bertindak secara sadar dalam menghadapi gejala-gejala yang timbul dlam alam dan masyarakat., sehingga tidak mudah terjebak dalam timbul-tenggelamnya gejala-gejala yang terjadi.
Untuk belajar berfisafat orang harus mempelajari filsafat. Cara belajar filsafat dalah menangkap pengertiannya secara ilmu lalu memadukan ajaran dan pengertiannya dalam praktek. Kemudian pengalaman dari praktek diambil dan disimpulkan kembali dalam ilmu.

Monoisme dan Dualisme

Monoisme adalah suatu system filsafat yang bertitik tolak dari satu dasar pandangan, materi atau ide, yang mengatakan materi adalah primer adalah yang tergabung dalam aliran materialisme, sedangkan yang mengatakan ide adalah primer atau yang pertama mereka inilah yang tergabung dalam aliran idealisme. Istilah atau perkataan monoisme pertamakali dipakai oleh seorang filsuf bernama Chr. Wolf pada abad ke-18.
Dualisme adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari materi dan ide sekaligus. Dualisme menganggap materi dan ide itu sama-sama primer, tidak ada yang sekunder. Keduanya timbul dan ada secara bersamaan. Materi ada karna adanya ide dan juga sebaliknya ide itu ada karna adanya materi  tapi pada hakekatnya  pandangan ini idealis juga, karna pandang itu tidak lain hanya ada dalam fikiran saja, karna tidak ada dalam kenyataan.


Materialisme dan idealisme

Seperti sudah dijelaskan diatas apa yang selalu menjadi pertanyaan filsafat akhirnya berpuncak pada apakah yang ada lebih dahulu, apakah yang primer benda atau fikiran, materi atau ide. Yang berpendapat ide/fikiran dahulu ada baru benda kemudian muncul dari padanya adalah yang di golongkan pada kaum idealisme. Dan yang berpendapat bahwa benda atau meteri ada lebih dahulu baru kemudian muncul ide mereka itulah yang berdiri di barisan kaum materalisme .
Jadi pengertian idealisme itu bukanlah seperti yang difitnahkan oleh orang-orang tertentu yaitu bahwa kaum materialisme itu adalah orangf-orang yang hanya mencari kesenangan hidup tak terbatas; makan sampai muntah, minum sampai mabuk, penganut sex bebas dan sebagainya. Sedangkan kaum idealis adalah orang-orang yang menjunjung tinggi kesucian, lebih mementingkan berfikir dari pada makan, dll.

Filsafat idealisme

Idealisme ialah filsafat yang pandangan menganggap atau memandang ide itu primer dan materi adalah sekundernya, dengan kata lain menganggap materi berasal dari ide atau diciptakan oleh ide.
Dengan david Hume sebagai filsuf idealis subyaktif, kita dapat menggambarkan seluruh ahli filsafat idealis dari Plato sampai Hegel, “if I go into myself”, “kalau saya memasuki diri saya sendiri”, kata Hume, maka saya jumpai  “Bundles of conception”, bermacam pengertian, bermacam-macam gambaran tentang benda. “Engkau”, kata Hume Cuma  “ide” bagi saya (Hume). Tapi “Engkau” buat Hume adalah saya buat Udin, misalnya. Jadi Udin bagi Hume hanyalah  “ide”, tetapi Hume juga Cuma  “ide” buat Udin, Udin dipandang dari pihak Hume hanya ide, hanya gambaran di otak Hume begitu juga sebvaliknya. Dengan begitu Hume membatalkan dirinya sendiri, mengakui bahwa dia sendiri tidak ada dan, hanya ide???
Terhadap adanya pandangan idealisme demikian itu, Lenin dengan tajam mengeritik idealisme sebagai filsafat yang tanpa otak dan di konsolidsikan oleh kepentingan klas-klas yang berkuasa -- klas-klas pemilik budak, kaum feudal dan kaum borjuasi –

Aliran-aliran dalam filsafat idealisme

1.   Idealisme obyektif

idealsme obyektif  adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis , dan idealismenya itu bertitik tolak dari ide universil (Absolute idea- Hegel / LOGOS-nya Plato) ide diluar ide manusia. Menurut idealisme obyejtif segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil.

Pandang filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materiil, yang ada hanya abadi diluar manusia, saesuatu yang bukan materiil itu ada sebelum duni alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya. Dalam bentuknya yang amat primitf pandang ini menyatakkan bentuknya daklam penyembahan terhadap pohon, batu dsb-nya.

Akan tetapi sebagai suatu system filsafat, pandangan dunia ini pertama-tama kali disistemtiskan oleh Plato (427-347 S.M), menurut Plato dunia luar yang dapat ditangkap oleh panca indra kita bukanlah dunia yang riil, melainkan bayngan dari dari dunia “idea” yang abadi dan riil. Pandangan dunia Plato ini mewakili kepentingan klas yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu klas pemilik budak. Dan ini jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat “ideal”.

Pada zaman feudal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil bentuk yangt dikenal dengan nama Skolastisisme, system filsafat ini memadukan unsur idealisme Aristoteles (384-322 S.M), yaitu bahwa dunia kita merupakan suatu tingkatan hirarki dari seluruh system hirarki dunia semesta, begitupun yang hirarki yang berada dalam masyarakrt feudal merupakan kelanjutan dari dunia ke-tuhanan. Segala sesuatu yang ada dan terjadi didunia ini maupun dalam alam semesta merupakan “pemjelmaan” dari titah tuhan atau perwujudan dari ide tuhan. Filsafat ini membela para bangsawan atau kaum feudal yang pada waktu itu merupakan tuan tanah besar di Eropa dan kekuasaan geraja sebagai ”wakil” Tuhan didunia ini. Tokoh-tokoh yang terkenal dari aliran filsafat ini adalah : Johannes Eriugena (833 M), Thomas Aquinas (1225-1274 M), Duns Scotus (1270-1308 M), dsb.

Kemudian pada jaman modern sekitar abad ke-18 munculah sebuah system filsafat idealisme obyektif yang baru, yaitu system yang di kemukakan oleh George.W.F Hegel (1770-1831 M). menurut Hegel hakekat dari dunia ini adalah “idea absolute” yang berada secara absolut dan “obyektif” didalam segala sesuatu, dan tak terbatas pada ruang dan waktu. ”ide absolut” ini dalam prosesnya menampakan dirinya dalam wujud gejala alam, gejala dan gejala fikiran. Filsafat Hegel ini mewakili klas borjuis jerman yang pada waktu itu baru tumbuh dan masih lemah, kepentingan klasnya menghendaki suatu perubahan social, menghendaki dihapusnya hak-hak istimewa kaum bangsawan Junker halini tercermin dalam pandangan dialetisnya yang beranggapan bahwa sesuatu itu senantiasa berkembang dan berubah tidak ada yang abadi atau mutlak, termasuk juga kekuasaan kaum feudal. Akan tetapi karna kedudukan dan kekuatannya masih lemah itu membuat mereka tidak berani terang-terangan melawan filsafat Skolatisisme dan ajaran agama yang berkuasa ketika itu.

Pikiran filsafat idealisme obyektif dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah formalisme dan dokterin-isme. Kaum dokteriner dan formalis secara membuta mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai kekuatan yang maha kuasa, sebagai obat manjur segala macam penyakit, sehingga dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis mereka tidak bisa berfikir atau bjertindak secara hidup berdasarkan situasi dan sarat yankg kongkrit, mereka adalah kaum “textbook-thingking”.

2.    Idealisme Subyektif

Idealisme subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau idenya sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.

Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskuf inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M), menurut Barkeley segala, yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itubukanlah materiil yang riil dan ada secara obyektif. Sesuatu yang mteriil misalnya jeruk, dianggapnya sebagai sensasi-sensasi atau kumpulan perasaan/ konsepsi tertentu (“Bundles of concepcion” David Hume (1711-1776 M),-pen), yaitu perasaan atau dari rasa jeruk, berat, bau, bentuk dsb. Dengan demikian Barkeley dan Hume menyangkal adanya materi yang ada secara obyektif, dan hanya mengakui adanya materi atau dunia yang riil didalam fikirannya atau idenya sendiri saja.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah, kecendrungan untuk bersifat egoistic “Akuisme” yang hanya mengakui yang riil adalah dirinya sendiri yang ada hanya “Aku”, segala sesuatu yang ada diluar selain “Aku” itu hanya sensasi atau konsepsi-konsepsi dari “Aku”. Untuk berkelit dari tuduhan egoistis dan mengedepankan “Akuisme/Solipisme” Berkeley menyatakan hanya Tuhan yang berada tanpa tergantung pada sensasi.
Filsafat Barkeley dan Hume ini adalah filsafat borjuasi besar inggris pada abad ke-18, yang merupakan kekuatan reaksioner menentang materialisme klasik perancis, sebagai manifestasi dari kekuatiran atas revolusi di Inggris pada waktu itu.
Pada abad ke-19, idealisme subyektif mengambil bentuknya yang baru yang terkenaql dengan nama “Positivisme”, yang dikemukakan pertama kali oleh Aguste Comte (1798-1857 m), menurutnya hanya “pengalaman”-lah yang merupakan kenyataan yang sesungguhnya, selain dari pada itu tidak ada lagi kenyataan, dunia adalah hasil ciptaan dari pengalaman, dan ilmu hanya bertugas untuk menguraikan pengalaman itu. Dan masih banyak lagi pemikir-pemikir yang lainnya dalam filsafat ini, misalnya saja William jones (1842-1910 m) dan John Dewey (1859-1952 M), keduanya berasal dari Amerika Serikat dan pencetus ide “prgmatisme”, menurut mereka pragmatisme adalah suatu filsafat yang menggunakan akibat-akibat praktis  dari ide-ide atau keyakinan-keyakinan sebagai suatu ukauran untuk menetapkan nilai dan kebanarannya. Filsafat seperti ini sangat menekankan pada pandangan individualistic, yang mengedepankan sesuatu yang mempunyai keuntungan atau “cash-value”(nilai kontan)-lah yang dapat diterima oleh akal si “Aku” tsb. Pragmatisme barkembang di Amerika dan adalah filsafat yang mewakili kaum borjuasi besar  di negeri yang katanya”The bigges of all”,. Sebab dari pandangan filsafat seoeti ini Imperialisme, tindakan eksploitasi dan penindasan dapat dibenarkan selama dapat mendapatkan keuntungan untuk si “Aku”.

Pandangan-pandangan idealisme subyektif dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-harimisalnya tidak jarang kita temui perkataan-perkataan seperti ini :
“Baik buruknya keadaan masyarakat sekarang tergantung pada orang yang menerimanya, ialah baik bagi mereka yang menganggapnya baik dan buruk bagi mereka yang menganggapnya buruk” atau “kekacauan sekarang timbul karna orng yang duduk dipemerintahan tidak jujur, kalau mereka diganti oleh orang-orang yang jujur maka keadaan akan menjadi baik” atau ”aku bisa, kau harus bisa juga” dsb.

b.  Filsafat Materialisme

Materialisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang pandangannya bewrtitik tolak dari pada materi (benda ). Materialisme memandang bahwa benda itu primer sedangkan ide ditempatkan disekundernya. Sebab materi ada terlebih dahulu baru ada ide. Pandangan ini didasarkan atas kenyatan menurut proses waktu dan zat.
Missal, menurut proses waktu, lama sebelum manusia yang mempunyai ide itu ada didunia, alam raya ini sudah ada.
Menurut zat, manusia tidak bisa berfikir atau mempunyai ide bila tidak mempunyai otak, otak itu adalah sebuah benda yang bisa dirasakan oleh panca indra kita. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada baru muncul ide dari padanya. Atau seperti kata Marx “Bukan fikiran yang menentukan pergaulan, melainkan keadaan pergaulan yang menentukan fikiran”. Maksudnya sifat/fikiran seorang individu itu ditentukan oleh keadaan masyarakat sekelilingnya, “masyarakat sekelilingnya”-ini menjadi materi atau sebab yang mendorong terciptanya fikiran dalam individu tersebut.

Aliran-aliran dalam materialisme

1.  Materialisme mekanik

Materialisme mekanik adalah aliran filsafat yang pandangannya materialis sedangkan metodenya mekanis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadaan gerak dan berubah, geraknya itu adalah gerakan yang mekanis artinya, gerak yang tetap selamanya atau gerak yang berulang-ulang (endless loop) seperti mesin yang tanpa perkembangan atau peningkatan secara kualitatif.
Materilisme mekanik tersistematis ketika ilmu tentang mekanika mulai berkembang dengan pesat, tokoh-tokoh yang terkenal sebagaipengusung materialisme pada waktu itu ialah Demokritus ( + 460-370 SM ), Heraklitus ( + 500 SM ), kedua pemikir yunani ini berpendapat bahwa aktifitas psikik hanya merupakan gerakan atom-atom yang sangat lembut dan mudah bergaerak.
Mulai abad ke-4 SM pandangan materialisme primitif ini mulai menurun pangaruhnya digantikan dengan pandangan materialisme yang diusung oleh Plato dan Aristoteles. Sejak itu, + 1700 tahun lamanya dunia filsafat dikuasai dengan idealisme.

Baru pada jaman feudal, sekitar abad ke-17 ketika kaum borjuis sebagai klas baru dengan cara produksinya yang baru, materialisme mekanik muncul dalam bentuk yang lebih modern karna ilmu pengetahuan telah maju sedemikian pesatnya, p[ada waktu itu ilmu materialisme ini menjadi senjata moril/ideologis bagi perjuangan klas borjuis melawan klas feudal yang masih berkuasa ketika itu. Perkembangan materialisme ini meluas dengan adanya revolusi industri, dinegeri-negeri eropa. Wakil-wakil dari filsafat materialis pada abad ke-17 adalh Thomas Hobbes (1588-1679 M), Benedictus Spinoza (1632-1677 M), dsb. Aliran filsafat materialisme mekanik mencapai titik puncaknya ketika terjadi Revolusi perancis pada abad ke-18 yang diwakili oleh Paul de Holbach (1723-1789), Lamettrie (1709-1751 M), yang disebut juga materualisme Perancis.

Materalisme Perancis dengan tegas mengatakan materi adalah primer dan ide adalah sekunder, Holbach mengatakan : “materi adalah sesuatu yang selalu dengan cara-cara tertentu menyantuh panca indra kita, sedang sifat-sifat yang kita kenal dari bermacam hal-icwal itu adalah hasil dari bernmacam impresi atau berbagai macam perubahan yang terjadi dialam pikiran kita terhadap hal-icwal itu”. Material perancis menyangkal pandangan religus tentang penciptaan dunia (Demiurge), yang sebelum itu menguasai alam pikiran manusia. Bahkan secara terang-terangan holbach mengatakan “nampaknya agama itu diadakan hanya untuk memperbudak rakyat dan supaya mereka tunduk dibawah kekuasaan raja lalim. Asal manusia merasa dirinya di dalam  ini sangat celaka, maka ada orang yang dating mengancam mereka dengan kemarahan Tuhan, memaksa mereka diam dan mengarahkan pandangan mereka ke langit, dengan demikian mereka tidak lagi dapat melihat sebab sesungguhnya dari kemalangan itu”.
Materialisme Perancis adalah pandangan yang menganggap segala macam gerak atau gejala-gejala yang terjadi itu di kuasai oleh gerakan mekanika, yaitu pergeseran tempat dan perubahan jumlah saja. Bahkan manusia dan segala aktivitetnya pun dipandang seperti mesin yang bergerak secara mekanik, ini tampak jelas sekali dalam karya lamettrie yang berjudul “manisia adalah mesin”. Mereka tidak melihat adanya peranan aktif dari ide atau pikiran terhadap materi. Pandangan ini adalah ciri dan sekaligus kelemahan materialisme perancis.

2.  Materialisme metafisik

materialisme metafisik mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadaan diam, tetap atau statis selamanya seandainya materi itu berubah maka perubahan tersebut terjadi karna faktor luar atau kekuatan dari luar. Gerak dari materi itu disebut gerak ekstern atau gerak luar. Selanjutnya materi itu dalam keadaan terpisah-pisah atau tidak mempunyai hubungan antar yang satu dengan yang lainnya.

Materialisme metafisik diwakili oleh Ludwig feurbach, pandangan materialisme ini mengakui bahwa adanya “ide absolut” pra-dunia dari Hegel, adanya terlebih dahulu “kategori-kategori logis sebelum dunia ada, adalah tidak lain sisa-sisa khayalan dari kepercayaan tentang adanya pencipta diluar dunia; bahwa dunia materiil yang dapat dirasakan oleh oanca indra kita adalah satu-satunya realitet. Tetapi materialisme metafisik mehilat segala sesuatu tidak secara keseluruhannya, tidak dari saling hubungannya, atau segala sesuatu itu berdiri sendiri. Dan segala sesuatu yang real itu tidak bergerak, diam.
Pandangan ini mengidamkan seorang manusia suci atau seorang resi suci yang penuh cinta kasih. Feurbach berusaha memindahkan agama lama yang menekan hubungan manusia dengan Tuhan menjadi sebuah agama baru yaitu sebungan cinta kelamin antara manusiadengan manusia. Seperti kata Feurbach menantang teologi, dalam filsafatnya atau “agama baru”-nya Feurbach menggantikan kedudukan Tuhan dengan manusia, pendeknya manusia itu Tuhan. Feurbach tidak melihat peran aktif dari ide dalam perkembangan materi, yang materi bagi Feurbach adalah misalnya, manusia (baca: materi, pen) sedangkan dunia dimana manusia itu tinggal tidak ada baginya, atau menganggap sepi ativitet yang dilakukan manusia/materi tersebut.

Materialisme metafisik menganggap kontradiksi sebagai hal yang irasionil bukan sebagai hal yang nyata, disinilah letak dari idealisme feurbach. Pandangan bertolak daripada materialisme tetapi metode penyelidikan yamh dipakai ialah metafisis. Metode metafisis inilah yang menjadi kelemahan terbesar bagi materialisme Feurbach.

3.  Materialisme dialektis

Materialisme dialektis adalah aliran filsafat yang bersandar pada mater (benda) dan metodenya dialetis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu mempunyai keterhubungan antara satu dengan yang lainnya, saling mempengaruhi, dan saling bergantung satu dengan yang lainnya. Gerak materi itu adalah gerakan yang dialektis yaitu pergerakan atau perubahan menuju bentuk yang lebih tinggi atau lebih maju seperti spiral. Tokoh-tokoh pencetus filsafat ini adalah Karl Marx (1818-1883 M), Friedrich Engels (1820-1895 M).

Gerakan materi itu adalah gerakan intern, yaitu bergerak atau berubah karna dorongan dari factor dalamnya (motive force-nya). Yang disebut “diam” itu hanya tampaknya atau  bentuknya, sebab hakikat dari yang tampaknya atau bentuknya “diam” itu isinya tetap gerak, jadi “diam” itu juga suatu bentuk gerak.

Metode yang dipakai adalah dialektika Hegel, Marx mengakui bahwa orang Yunani-lah yang pertama kali menamukan mtode dialektika, tetapi Hegel-lah yang mensistematiskan metode tersebut. Tetapi oleh Marx dijungkir balikan dengan bersandarkan materialisme. Marx dan temannya mengambil materialisme feurbach dan membuang metodenya yang metafisis sebagai dasar dari filsafatnya . dan memakai dialektika sebagai metode dan membuang pandangan idealis Hegel.

Dialektika hegel menentang dan menggulingkan metodee metaqfisis  yang selama berabad-abad menguasai lapangan filsafat. Hegel mengatakan “yang penting dalam filsafat adalah metode bukan kesimpulan-kesimpulan mengenai ini dan itu”. Ia menunjukan lelemahan-kelemahan metafisika :
kaum metafisis memandang sesuatu bukan dari keseluruhannya, tidak dari saling hubungannya, tetapi dipandangnya sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, sedangkan Hegel memandang dunia sebagai badan kesatuan, segala segala sesuatu didalamnya terdapat saling hubungan organic.
kaum metafisis mlihat gejala tidak dari geraknya, melainkan sebagai yang diam, mati dan tidak berubah-ubah, sedang Hegal melihat segala sesuatu dari perkembangannya, dan perkembangannya itu disebabkan kontradiksi internal, kaum metafisis berpendapat bahwa: “segala yang bertentangan adalah irasional”. Mereka tidak tahu bahwa akal (reason) itu sendiri adalah pertentangan.
sumbangan Hegel yang terpenting adalah kritiknya tentang evolusi Vulgar, yang yang pada ketika itu sangat merajalela, dengan mengemukakan teorinya tentang “lompatan” (sprong) dalam proses perkembangan.sebelum Hegel sudah banyak filsuf yang mengakui bahwa dunia ini berkembang, dan meninjau sesuatu adri dari proses perkembangannya, tetapi perkembangannya hanya terbatas pada perubahan yang berangsur-angsur (perubahan evolusioner) saja. Sedang Hegel berpendaoat dalam proses perkembangan itu pertentangan intern makin mendalam dan meruncing dan pada suatu tingkat tertentu perubahan berangsur-angsur terhenti dan terjadilah “lompatan”. Setelah “lompatan” itu terjadi, maka kwalitas sesuatu itu mengalami perubahan.

Akan tetapi ketika dialektika Hegel ini diselimuti oleh kulit mistik, reaksioner, yaitu pandangan idealismenya sehingga dia memutar balikan keadaan sebenarnya. Hukum dialektika yaitu hokum tentang saling hubungan dan perkembangan gejala-gejala yang berlaku didunia ini dipandangnya bukan sebagai suatu hal yang obyektif, yang primer melainkan perwujudan dari “ide absolut”. Kulitnya yang reaksioner inilah yang kemudian dibuang oleh Marx, dan isinya yang “rasionil” diambil serta di tempatkan pada kedudukan yang benar.

Sedangkan jembatan antara Marx dan Hegel adalah Feurbach, Materialisme dijadikan sebagai dasar filsafatnya tetapi Feurbach melihat gerak dari penjuru idealisme yang membuat ia berhenti dan membuang dialektika Hegel. Membuat hasil pemeriksaannya ter pisah dan abstrak, Marx membuang metode metafisisnya, dan mengantinya dengan dialektika, sehingga menghasilkan sebuah system filsafat baru yang lebih kaya dan lebih sempurna dari pendahulunya.
(http://owamonca2.blogspot.com/)

Cabang Filsafat (Metafisika)

Apa itu Metafisika?
Oleh: Bagus Takwin

1. Pengertian umum
Dalam filsafat metafisika dimasukkan dalam bagian filsafat yang mengkaji tentang Ada (Being). Bidang kajian filsafat tentang ‘ada’ (being) dibagi dua menjadi 1) ontologi dan 2) metafisika. Ontologi mengkaji ‘ada’ yang keberadaannya tidak disangsikan lagi. Dalam ontologi kita berfilsafat tentang sesuatu yang keberadaannya dipersepsi secara fisik dan tertangkap oleh indra. Sedangkan metafisika mengkaji ‘ada’ yang masih disangsikan kehadirannya. Metafisika berhubungan dengan obyek-obyek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena obyek itu melampaui sesuatu yang bersifat fisik. Secara fisik ‘ada’ itu tidak tampak namun oleh sebagian orang dianggap ada, misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya.
2. Asal kata metafisika
Kata metafisika berasal dari kata tameta dan taphysika. Tameta berarti di balik atau dibelakang dan taphysika berarti sesuatu yang bersifat fisikal, dapat ditangkap bentuknya oleh indra. Berdasarkan asal katanya tersebut metafisika diartikan sebagai “kenyataan di balik fisika” atau kenyataan yang bentuknya tak terjangkau oleh indra”.
Selanjutnya pengertian ini bergeser menjadi suatu cabang filsafat yang mengkaji ‘ada’ yang masih disangsikan kehadirannya. Metafisika berhubungan dengan obyek-obyek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena obyek itu melampaui sesuatu yang bersifat fisik. Secara fisik ‘ada’ itu tidak tampak namun oleh sebagian orang dianggap ada, misalnya jiwa, ilusi, eksistensi Tuhan, dan sebagainya.
Beberapa ahli filsafat kemudian memberi pengertian yang berbeda-beda terhadap metafisika. Salah satunya Whiteley (1977) yang mendefinisikan metafisika sebagai “The theory of the nature of the universe as a whole, and of those general prinsiples which are true of everything that exist.” Menurutnya metafisika adalah teori tentang sifat-sifat alamiah keberadaan dunia sebagai suatu keseluruhan, dan teori yang merupakan prinsip umum itu dapat menjelaskan secara benar segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Konsep lain yang erat kaitannya dengan metafisika adalah ontologi. Whiteley (1977) mendefinisikan ontologi sebagai “The theory of being and the kinds of beings.” Ontologi adalah teori tentang ‘ada’ dan jenis-jenis ‘ada’. Ada juga yang mengartikan ontologi sebagai bagian filsafat yang mengkaji ‘ada’ yang keberadaannya tidak disangsikan lagi. Dalam ontologi kita berfilsafat tentang sesuatu yang keberadaannya dipersepsi secara fisik dan tertangkap oleh indra.
3. Pengertian ontologi dan perkembangannya sejak Aristoteles hingga Kant
Telah terjadi pergeseran pandangan tentang ontologi sejak Aristoteles hingga Kant. Secara kasar ada 3 pandangan utama tentang ontologi sebagai bagian filsafat yang mengkaji tentang ‘ada’ (being): menurut Aristoteles, Christian Wolff, dan Immanuel Kant.  Aristoteles memandang ‘ada’ sebagai ‘ada’ (being qua being). Ia menganggap bahwa segala sesuatu ada dengan sendirinya terhampar di alam ini. Keberadaan segala sesuatu nyata dan berdiri sendiri serta tidak dipengaruhi oleh subyek. Manusia sebagai subyek dapat menangkap realita apa adanya, menangkap segala sesuatu yang ada pada alam melalui indra. Alam sudah mengatur dirinya, manusia tinggal menangkap ‘ada’ lalu mengabstraksikannya, dan menyusunnya sesuai dengan kategori-kategori yang alamiah. Adanya segala sesuatu berasal dari satu kausa prima, suatu penyebab utama yang menyebabkan terjadinya sesuatu di alam semesta. Aristoteles tidak menyebut pemikiran ini sebagai ontologi. Ia hanya menyampaikan pemikirannya tanpa mengklasifikasikanya. Pemikiran Aristoteles baru diklasifikasi secara sistematis oleh Andronikos. Ia mengkategorisasi pemikiran Aristoteles menjadi fisika, metafisika, logika, dan ilmu-ilmu praktek seperti poetika, retorika, dan politik.
Metafisika pada pemikiran Aristoteles masih bercampur dengan ontologi. Belum ada pembagian yang jelas terhadap kajian tentang ada. Baru oleh Christian Wolff dilakukan pembagian metafisika menjadi metafisika umum (general metaphysic) dan metafisika spesialis. Metafisika umum mengkaji ada sebagai ada, atau dapat dikatakan mengkaji ada sebagai kenyataan yang terindrai. Metafisika umum ini yang biasa dikenal dengan ontologi. Sedangkan metafisika spesialis mengkaji ‘ada’ dibalik gejala-gejala fisik, ‘ada’ yang tidak terindrai, misalnya tentang Tuhan, jiwa, dan asal usul alam semesta. Pembagian ini kemudian membagi dua pengkajian tentang ada: ontologi dan metafisika. Pembagian yang dilakukan oleh Christian Wolff kemudian diikuti munculnya perdebatan tentang obyek kajian pengetahuan dan filsafat antara mereka yang percaya kajian filsafat terhadap ada sebagai sesuatu yang terindrai dengan ada sebagai sesuatu yang dibalik gejala fisik.
Kant berpendapat bahwa metafisika umum secara epistemologis, sebagai sesuatu yang berkaitan dengan asal-usul pengetahuan. Ia membedakan dua ‘gejala’ yaitu noumenon (benda/sesuatu pada dirinya sendiri) dan fenoumenon (benda/sesuatu sebagaimana ia tampak oleh subyek). Ia menyatakan bahwa yang dapat dikaji hanya fenoumenon sedangkan noumenon tak dapat dikaji karena tak tertangkap oleh subyek. Manusia tidak dapat mengetahui benda pada dirinya sendiri (das ding an sich). Berangkat dari asumsi bahwa manusia tidak dapat menangkap ‘benda pada dirinya sendiri’ Kant menganggap metafisika spesialis yang berbicara tentang ‘ada’ sebagai ‘ada’ (being qua being) dan mengkaji sesuatu di balik yang fisik tidak dapat dipertahankan. Ia melihat proposisi-proposisi pandangan ontologis Aristoteles tidak sintetis a priori dan secara metodologis tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam metafisika umum Kant tidak membicarakan ada sebagai obyek tetapi bagaimana subyek mengetahui obyek dengan menggunakan kategori-kategori yang ada pada subyek.
Namun Kant tetap menganggap perlu adanya metafisika spesialis ini tetapi sebagai dasar moral atau dasar pengatahuan-pengetahuan tertentu, misalnya metafisika moral, metafisika ilmu, dan metafisika agama. Penerimaan terhadap metafisika ini didasarkan pada pertimbangan praktis, yaitu menjaga keteraturan pikiran dan tingkah laku manusia. Menurutnya metafisika spesialis berfungsi sebagai ide regulatif yang tidak memberi tambahan pengetahuan tetapi menjadi patokan atau dasar moral.
4. Beberapa Perkembangan Pemikiran Metafisika dan Ontologi
4.1. Pengertian ontologi menurut Heidegger
Heidegger membedakan ontologi dengan ontic. Pandangan ontologis Aristoteles yang didasari pandangan ‘ada’ sebagai ‘ada’ (being qua being) disebutnya ontic. Dalam ontic ini benda-benda dianggap dapat menampilkan diri apa adanya dan dapat tertangkap oleh indra manusia apa adanya. Heidegger menyebutnya sebagai ‘ada-di sana’ (seinde), sesuatu yang menampilkan diri apa adanya. Heidegger menolak pemikiran ontologis Aristoteles ini. Selain itu ia juga mengkritik berbagai pandangan metafisika yang dikemukakan berbagai tokoh sejak permulaan munculnya filsafat sampai pemikiran Descartes dan Nietzche. Menurut Heidegger, pandangan filsuf-filsuf metafisika sebelumnya yang menaruh perhatian besar pada ‘yang-ada’ (Being atau Sein) berusaha memberi makna terhadap ‘yang-ada’ tetapi dengan makna yang sangat umum, dengan konsep-konsep abstrak, yang kalau dikaji lebih teliti makna sesungguhnya kosong.
Dengan ontologi, Heidegger berusaha  menemukan makna ‘yang-ada’ dan menurutnya inilah tugas filsafat. Tujuan filsafat menurut Heidegger adalah “membuat kebenaran ‘yang-ada’ berbicara.” Berkaitan dengan ini menurutnya ada 3 hal yang perlu ditegaskan: (I) pertanyaan tentang ‘yang-ada’ bukanlah pertanyaan tentang ‘yang-ada’ itu sendiri melainkan tentang maknanya; (2) makna yang dimaksud adalah maknanya yang kongkret; dan (3)  walaupun istilah ‘yang-ada’ adalah kata benda namun ‘yang-ada’ pertama-tama harus dipahami dalam maknanya yang aktif dan dinamis.
Persoalan ‘yang-ada’ menjadi sentral dalam filsafat karena merupakan masalah kunci dalam memahami kebenaran dalam perspektifnya yang lebih luas. ‘Yang-ada’ dan kebenaran selalu berkaitan erat dan hanya melalui ‘yang-ada’ dapat dibentuk cara berpikir yang benar. Berpikir yang benar, menurut Heidegger, adalah “mendengarkan dengan hormat suara das Sein (‘yang-ada di sana’) bukan memaksakan kekuasaan pada das Sein.” Kita harus membiarkan pikiran dan das Sein berdialektika.
Untuk mendapatkan pengetahuan tentang makna yang ada, menurut Heidegger kita harus menyelidiki ‘yang-ada’ itu sendiri. Ternyata kita menemukan kita menjumpai diri kita sendiri sebagai modus ‘yang-ada’. Maka pertama-tama kita harus bertanya pada ‘ada-manusia’ atau Dasein. Alasannya menurut Heidegger: (1) manusia adalah satu-satunya ujud ‘yang-ada’yang mempunyai kemampuan bertanya tentang makna ‘yang-ada’. Hanya manusia yang memiliki kesadaran tentang keberadaaannya dan keberadaan benda-benda yang lain di dunia ini; (2) Dasein adalah mata rantai antara ‘ada-khusus’ dengan ‘yang-ada’. Melalui Dasein,’yang-ada’ nampak. Dasein dengan ‘yang-ada’ memiliki ketergantungan. Untuk dapat menjelaskan salah satunya, harus disertakan juga penjelasan yang satunya lagi; (3) ‘Yang-ada’ membutuhkan manusia sebab dalam diri manusia ‘yang-ada’ bukan saja implisit tetapi juga eksplisit.
Untuk dapat mempelajari ‘yang-ada’ melalui Dasein maka perlu dilakukan langkah metodologis awal yaitu membuka struktur eksistensial atau kategori-kategoti fundamental ujud manusia. Dari hasil analisis terhadap fenomena manusia, Heidegger menyimpulkan bahwa manusia adalah satu-satunya ‘ada-khusus’ yang memiliki kualifikasi sebagai pangkal tolak untuk meneliti ‘yang-ada’. Analis struktur eksistensi ini adalah ontologi fundamental, merupakan basis dari seluruh pengetahuan. Analisis Heidegger tentang ujud manusia menghasilkan beberapa tesis pokok, di antaranya:
1)      Heidegger menyebut human existence sebagai Dasein yangs secara literer berarti ‘there’ of being. Istilah Dasein dimaksudkan sebagai ‘refleksi kesadaran’. Dasein tidak diartikan sebagai kesadaran atau sebagai obyek apabila orang berbicara tentang kesadaran. Dasein mendahului segala formulasi psikologis, antropologis, dan biologis. Dasein juga tidak diartikan sebagai subyek sebagai mana dalam pengertian Descartes atau Kant. Dasein juga merupakan modus ‘ada’ bagi manusia yang mengandung pengertian bahwa manusia selalu ada ‘di sana’, ada di tengah benda-benda lain. Manusia jatuh begitu saja ke dunia tanpa dapat menghindarinya.
2)      Heidegger menemukan 3 aspek dalam eksistensi manusia, yaitu: faktisitas, eksistensialitas, dan ‘rasa kehilangan’ (forfeiture). Faktisitas artinya bahwa adanya manusia selalu berada di dunia. “Ada-dalam-dunia” (being in the world) selalu berarti ada bersama orang lain (being with other). Menurut Heidegger wujud manusia pada hakikatnya adalah wujud bersama. Heidegger menyatakan faktisitas manusia ini dengan kalimat: “Mensch-Sein ist Mit-sein” dan sebagai konsekuensinya dunia manusia adalah dunia bersama pula: “Mensch-Welt ist Mit-Welt”. Kebersamaan dengan orang lain merupakan ciri dari eksistensi manusia. Manusia menyadari dirinya sebagai bagian dari modus kebersamaan sekaligus sebagai subyek yang menyadari.
Keterbukaan manusia terhadap dunia dan sesamanya didasarkan pada 3 hal yang penting: 1) Belfindlichkeit atau kepekaan; 2) verstehen atau memahami; dan 3) Rede atau berbicara. Kepekaan, kemampuan memahami, dan kemampuan berbicara yang ada pada manusia ini memungkinkan adanya perasaan (afeksi dan emosi) serta upaya penanggulangannya pada diri manusia. Dengan adanya kepekaan, manusia menyadari adanya suasana batin. Dari berbagai suasasana batin, yang dasar adalah ‘rasa cemas’ (angst). Rasa cemas ini muncul karena faktisitas manusia merupakan keberadaan menuju ke kematian (being toward death).
4.2. Penjelasan tentang metafisika deskriptif
Metafisika deskriptif dikembangkan berdasarkan pandangan Kant tentang metafisika spesialis. Menurutnya metafisika spesialis tidak memberi tambahan isi pengetahuan karena berada di luar fungsi ruang dan waktu. Tetapi metafisika ini diperlukan sebagai patokan atau dasar moral. Metafisika ini hanya berfungsi sebagai ide regulatif.
Pandangan Kant tentang metafisika tersebut lalu dikembangkan oleh Brian Carr yang setuju bahwa metafisika tidak bicara tentang benda pada dirinya sendiri, melainkan bicara tentang kategori-kategori yang sifatnya mengklasifikasikan dunia, misalnya: kausalitas, lebih banyak dan lebih sedikit. Oleh karena itu, metafisika hanya berperan untuk mendeskripsikan apa yang ditangkap subyek tanpa adanya tambahan pengetahuan tentang realitas di luar subyek. Secara singkat, menurut pandangan metafisika deskriptif, metafisika bukanlah kajian tentang sesuatu di balik fenomena tetapi membahas dunia dalam kategori.
Hal yang berperan penting dalam menangkap realitas adalah bahasa. Menurut Brian Carr dan beberapa tokoh matafisika deskriptif realitas tidak hadir dengan sendirinya secara langsung tanpa termediasi bahasa. Bahasa sifatnya terletak pada subyek. Bahasa memuat cakrawala subyek. Pandangan Carr tentang filsafat sejalan dengan pandangan para filsuf analitis yang menyatakan filsafat jangan berpretensi menjelaskan apa itu metafisika, melainkan hanya melakukan analisis bahasa.
Tokoh lain yang dapat digolongkan sebagai filsuf yang mengemukakan metafisika deskriptif adalah Hillary Putnam. Ia juga mengemukakan bahwa bahasa membentuk dunia dan merupakan skema konseptual untuk memahami dunia.

Sosialisasi Stop KDRT/JITU

Diterbit Oleh Unknown pada Rabu, 11 Februari 201507.15

Dompu, Manggusu.blgspot.com- Komunitas Mahasiwa Nggusu Waru ( KMNU ) , Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan ( KOMNAS Perempuan ) dan Yayasan Padi Kapas (YPK) Dompu disibukan dengan aksi Pembagian stiker dan brosur kampanye “ Bhineka Itu Indonesia “ selain itu tiga elemen tersebut mensosialisasikan tentang “ Pemilih JITU ( Jeli, Inisiatif, Toleran, Ukur ) “ . Dalam hal ini dengan mempertegas Pilar Kebangsaan diantaranya Bhineka dan sekalian mensosialisasikan pemilih JITu, sedikit akan memberikan sugesti kepada masyrakat agar saling menghargai dalam setiap perbedaan, ungkap salah salah seseorang Kordinator kegitan ‘Sandy,
( 16/12/13). Dengan momentum 2014 nanti kita sebagai warga Negara yang baik, mampu menjaga kebersamaan dan perbedaan, karena munculnya konflik yang terjadi akibat kita lupa dengan pilar kebangsaan tersebut, tukasnya. Sekilas juga Masyarakat Dompu merasa bangga dan antusias melihat  pertunjukan Drum Band sepanjang jalan kota , pada Momentum ini Kabupaten Dompu  dipercayakan jadi tuan rumah Hut NTB ke 55.Bapak dan IBu-ibu dari dinas Pemerintah  yang ikut terlibat dalam meramaikan Harla tersebut, menerima pembagai stiker dan brosur yang di bagikan oleh Mahasiswa.
KMNU Dompu sebagai tim mobilisasi masa sangat bangga dengan kehadiran komnas Perempuan mengajak bekerja sama dalam mensosialisasikan Bhineka Itu Indonesia, selain itu Ucap Kordinator Mahasiswa berinisial “Ed,” kami sebagai Agent Of Change dan Agent Of Control wajib hukumnya menjalanka nilai tridarma perguruan tinggi dan menjalakan Tupoksi kami. Dalam hal ini kami segenap eleme Mahasiswa Dompu “ ucapan terimakasi pada Komnas Perempuan yang sudah mempercayakan kami dalam agenda ini. ( Edy)

"Catatan Perjuangan Seorang Anak Hilang"

Diterbit Oleh Unknown pada Selasa, 03 Februari 201505.42

http://owamonca2.blogspot.com/Namaku Edy Irawan dipanggil Edon diteman2 kampung dan sebagian juga Teman2 kampus juga memanggilku dengan Edon, tapi banyak yang lebih suka Aku di panggil Jomlo. Aku Lahir dan Besar di Keluarga yang tidak mampu, Bapakku hanya seorang Penjajal Tiket Bis Diterminal di Daerah Dompu, ibuku Stakeholder yang menyediakan makanan Ringan di pelataran Terminal Ginte..
Mulai Adzan di serukan Di Masjid Mereka kedua orang Tuaku disibukan dengan Aktifitas Mencuci Pakaian dan Mandi dan akupun terbangun untuk menyelesaikan Tugasku Memasak nasi. Kesibukan mereka memperjuangkan kelangsungan hidup, Masa depanku dan adik-adikku, dan Aku sadar betapa Lelahnya mereka bekerja mulai subuh Samapai sore hanya karena mimpiku harus dipenuhi.
Akupun mulai berpikir bahwa kehidupan itu sangat rumit dan kejam kalau kita tidak mau berubah, mencari apa yang harus ku lakukan demi mewujudkan cita-citaku dan keluargaku. Apalagi di era globalisasi yang penuh dengan perkembangan yang pesat ini membuatku iri terhadap teman-teman lain yang serba ada dan seba cukup dalam kehidupannya, maka ku langkahkan kaki meniti perombakan dengan belajar dan belajar.
Dunia Akademikalah Yang membuka cakrawala berpikir, disinilah aku mulai mencari jati diriku dengan menggeluti Wadah pergerakan PMII yang selalu mengajarkan tentang Habluminallah,Habluminnas dan Habluminal Alam dan bagaimana merasakan kebersamaan, memperjuangkan yang benar, merasakan sakitnya orang lain dan banyak hal yang kudapatkan. Mentari terus berganti dan umur pun terus bertambah hal yang menakutkan bagiku kalau ku terus diam dan mandek pemikiran ini. Akan tetapi saya bersyukur karena Tuhan mempertemukan saya dengan Orang Tua Kedua ( Senior-senior yang baik hati, rajin dan suka menabung.) Beliau-beliau mengajarkan aku untuk menjadi Orang.
Jasa para senior dan sahabat/i ku tak akan kulupakan dan terlebih-lebih Yapis yang sudah berkontribusi untukku. Tiada kata yang bisa ku lontarkan selain ucapan terimakasi. Walaupun Carutmarut dan dinamika yang berlalu aku rasakan tidak membuatku patah semangat hanya karena tantangan kecil. Selama Tuhan memberiku Nafas langkah kakiku takan terhentikan oleh Angin tornado sekalipun. Para pembaca yang berbudiman ini adalah biografi sepintas tentang kehidupan saya dan apabila ada yang tersinggug dengan Noktah hitam ini, Saya Edy irawan Menghaturkan Mohon maaf. ( Edon PMII )
 
Support : OwamoncaOwamoncaeOwamonca
Copyright © 2011. Owamonca - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Owamonca
Proudly powered by Blogger